IBX582A8B4EDEABB Pertemuan (Catatan Pasar) | Info Absurditas Kata Pertemuan (Catatan Pasar) - Info Absurditas Kata
Beranda · E-Mail Koran · Info Lomba · Kiat Menulis · Adsense · SEO Youtube · Jasa · Toko · Blog

Pertemuan (Catatan Pasar)

PERTEMUAN
Untuk kamu yang kerap berdenyar di ruang sadar, apa lagi di semesta bawah sadar.

Dear…
Sesekali temani aku memijak pasar Ciroyom, kamu tidak akan sakit hanya gegara menginjak lumpur yang bercampur aneka macam sampah dan kotoran. Kamu tidak akan mati di sana hanya karena dibekap bau busuk yang pengap. Kamu tidak juga menjadi berdosa karena sejenak meninggalkan megahnya mall dan FO. Sesekali saja, pergi bersamaku. Berbaur dengan sekian ribu raut wajah yang matanya berkilatan cahaya harapan. Berdesak-desakan di antara orang-orang yang pakaiannya tidak perlu dibubuhi parfum.
Dear…
Tepat di tengah-tengah pasar itu, ketika jalan bercabang ke kiri dan kanan. Bersebelahan dengan penjual tahu-tempe  yang kalap karena negara selalu menjadi keledai dungu yang tak mampu mengendalikan harga kedelai. Ya, di sana, aku selalu melihat jongko penjaja pertemuan.
Dear…
Jongko itu, tidak menjual sayur-sayur segar sebagaimana jongko yang lain, tidak pula menjual daging, ikan, atau aneka bumbu dapur. Jongko itu menjual pertemuan. Seorang lelaki yang usianya sepadan dengan senja yang ungu, akan selalu ada menunggui jongkonya yang kosong, tidak menjajakan apa-apa, kecuali pertemuan. Ya, jongko itu seperti jongko kosong yang tidak menjual apa pun. Hanya ada lampu neon yang terang, meja kayu dengan atap terpal lusuh, dan lelaki senja itu saja yang terlihat di sana.
Dear…
Aneka macam pertanyaan membuatku akhirnya menghampiri jongko lelaki senja itu. Aku dalam segala ragu, bersama plastik-plastik berisi ikan, sayur segar, dan aneka macam bumbu, berjalan mendekatinya. Lelaki itu tersenyum ke arahku, dia menyambutku dengan sebersit senyum yang berkilatan, cahaya mata yang benderang, dan wajah yang selalu segar.
Dear…
“Kemarilah Nak, siapa yang ingin kau temui?” Ucap lelaki itu, tangannya terulur, menyambutku. Bibirnya tak henti mengurai senyum.
“Kek, jongko apa ini, kenapa sepi? Apa yang Kakek jual di sini?” Tanyaku, ragu.
“Kakek tidak menjual apa pun, Nak. Kakek hanya menjual pertemuan.”  Lelaki senja tersenyum lagi, semakin hangat.
“Maksudnya?” Aku kerutkan dahiku, coba menerka apa maksud lelaki senja itu.
“Pertemuan, itulah yang Kakek jual. Kamu bisa menemui siapa saja dengan membeli sebuah pertemuan di jongko ini.” Lelaki senja meyakinkanku.
“Ciyus, Kek?” Aku tentu tak percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan lelaki senja.
“Siapa yang ingin kau temui, Nak?” Dia sepertinya menantangku.
“Almarhum Bapakku.” Jawabku bergetar.
“Tidak bisa, Kakek tidak menjual pertemuan dengan orang-orang yang telah tiada. Selebihnya kamu bisa menemui siapa saja.”
“Hmmm…” Aku semakin penasaran, siapakah yang harus kutemui?
“Ibumu?”
“Besok lusa aku pulang, jadi aku tidak akan membeli pertemuan itu. Hmmm…”
“Kekasihmu?”
“Aku tidak punya kekasih. Hmmm…”
“Nabila JKT48?”
“Busyet! Bisa gitu?”
“Kakek sudah bilang, siapa saja. Siapa saja.”
“Hmmm…. Ini serius kan, Kek?”
            Dia tidak berkata-kata, hanya melemparkan senyum saja. Menungguku menyebutkan sebuah nama.
            “Aku ingin bertemu dengan …”
            Dear…
            Aku menyebut namamu, lengkap. Nama yang di setiap sudut pasar Ciroyom ini seperti manekin yang menirai. Nama yang di sepanjang jalan kota Bandung ini seperti umbul-umbul yang memagar. Nama yang berdenyar di bulir darahku, siang dan malam. Namamu, nama kamu.
            “Harganya lima belas tujuh ratus, satu pertemuan.”
            “Hah, kok murah amat?” Aku merogoh saku, mengeluarkan sejumlah uang yang disebutkan lelaki senja.
            “Kembalian tiga ratus rupiah.” Lelaki senja menyodorkan recehan, sebanyak 300 rupiah.            “Sekarang, pulanglah. Dan jangan sia-siakan pertemuannya.” Lelaki senja tersenyum tenang, sangat tenang.
            Dear…
            Aku seperti terkena sihir, kakiku begitu saja melangkah menjauh, meninggalkan jongko penjual pertemuan itu, meninggalkan lelaki senja. Aku berbalik, kembali ke keramaian pasar. Aku tidak sadar, kalau-kalau saat itu aku sudah kena tipu. Begitu mudahnya ditipu. Bisa saja bukan, lelaki itu penipu?
            Dear…
            Bersama plastik-plastik yang berisi ikan, sayur, dan bumbu dapur di tangan kiri dan kanan. Aku terus berjalan menyisir pasar. Jongko-jongko pedagang berderet di sisi jalan, cahayanya begitu terang, sangat terang. Aku nyaris tidak mungkin menelisik wajah-wajah penunggu jongko itu,cahaya itu terlalu terang. Begitupun jalan yang sedang kutempuh, terlihat menuju kubangan cahaya di depan sana. Kakiku terasa melayang, berjalan tenang menuju pusat terang.
            Dear…
            Aku tahu tidak seorang pun akan percaya ceritaku ini, termasuk kamu. Tapi apalah artinya akal pikiran dalam keluasan semesta kerinduan, hanyalah sebulir debu yang kerdil dan tak bermakna. Tapi … di sinilah kita saat ini, dalam sebuah pertemuan. Kau sandarkan nafasmu di bulir darahku. Kau usap punggungku dengan lembut. Kita saling meminjam detak jantung. Berbagi asap kopi dan menikmati cucuran cahaya yang berhujan dari lingkar bulan, dari kerlip bintang, dari kedua bola matamu.
            Dear…
            Pertemuan ini, apakah mimpi belaka?  Tentu bukan, demi getar manis di bibirmu. Demi dengus hangat, di dadamu.


Bandung, 21 September 2013
Absurditas Malka


Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "Pertemuan (Catatan Pasar)"

Post a Comment

Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar