Sab… Segalanya memiliki alasan untuk kekal, seperti yang kau bilang. Termasuk kepergian-kepergiaan dan perasaan cacah ketika segalanya harus dikemas menjadi kenangan.
Kaki kita mungkin buta, menolak langkah. Hati kita mungkin layu, menolak tempuh. Tapi waktu tak pernah takluk pada luka-luka. Tak juga memberi jeda pada rasa nyerinya. Selalu saja, ia menitip dera pada sesiapa yang dadanya sudi merima (meskipun iga-iganya sudah pecah sadayana)
Sab… Kubayangkan dikau berdiri di sampingku, menggenggam secarik kertas yang puisinya kutulis ini malam. Kubayangkan getar suaramu yang payah, kusesap getarnya bersama sekam di ujung tembakau, ku-uyup denyarnya bersama cikopay. Maka… Bacakanlah.
Pada bait terakhir, Sab... Supaya lebih dramatis, boleh kamu tambahkan dan jeritkan baris kalimat ini "Gog! Gog! Cungunguuuuuuuuuuuuuuuuuuuuunng! Auuuuuuuuuuuu!" Ah.... Sudah malam, gandeng! Sab, sampai pada titik ini, udud aku kaburu habis... :(
Kaki kita mungkin buta, menolak langkah. Hati kita mungkin layu, menolak tempuh. Tapi waktu tak pernah takluk pada luka-luka. Tak juga memberi jeda pada rasa nyerinya. Selalu saja, ia menitip dera pada sesiapa yang dadanya sudi merima (meskipun iga-iganya sudah pecah sadayana)
Sab… Kubayangkan dikau berdiri di sampingku, menggenggam secarik kertas yang puisinya kutulis ini malam. Kubayangkan getar suaramu yang payah, kusesap getarnya bersama sekam di ujung tembakau, ku-uyup denyarnya bersama cikopay. Maka… Bacakanlah.
Lelaki Luka
Untuk Sabding
Matamu, telaga nanah di sana. hatimu, tukak di dalamnya.
Kenangan, sendirian kau kemas, sekalian Tuhan. Pada ilalang
segalanya dititipkan. Berharap perihnya terbakar kemarau panjang.
Berharap benihnya mau rekah di musim hujan.
Rumah kayu, tangga batu, taman jemuran, udara yang terpelanting
dari bibir daun, keresak jatuhan ranting kering. Semua yang berbisik,
semua yang tertinggal. Semua yang bertumpuk di bahu kiri,
luka. Semuanya kau sebut di persimpangan. Hening.
Di matamu yang telaga nanah, batinmu melukis larung*.
Mengacak iga-iga sampai tercerabut, buntung. Dada yang murung,
tak ada sesiapa, bahkan Tuhan yang kau bawa, menjadi lempung
menjadi berhala. Lelaki luka, menjerit di kesunyian relung.
Karawang, 3 Juni 2015
Absurditas Malka
Belum ada tanggapan untuk "Lelaki Luka (Catatan Harian untuk Ia yang Mengemas Kenangan)"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar