Desember Sudah Habis, Sementara Kau Masih Saja Selalu
Absurditas Malka
Bila hantu itu benar-benar ada, bila kau bertemu hantu, jangan pernah berlari! Kamu bisa celaka, cukuplah berpaling dan berjalan tenang menuju tempat terang. Selalu itu yang ibu bilang ketika aku menyusupkan wajah ke ketiaknya karena rasa takut, rasa absurd akan kegelapan.
"Aku mencium bungan melati Bu." Rengekku.
"Ibu tidak mencium apa-apa."
Kemudian aku bisa mendengar suara hidung ibu mendengus, mengusut aroma melati. Aku tahu ibu hanya pura-pura tak menciumnya. Aku tahu ibu sebenarnya mencium juga aroma melati itu. Bagaimana mungkin hidungku bisa berbeda dengan hidungnya?
"Ibu pasti bohong!" Aku mencubit pinggang ibu, marah.
"Kalau misalnya ibu mencium melati, terus kenapa?"
"Tuh kan, ibu menciumnya juga. Berarti benar Bu, ada hantu di sini."
Tangan-tanganku bergetar semakin erat memeluk ibu, mencengkeram pakaiannya, tidak mau sehelai rambut pun ada jarak yang memisahkan antara aku dan ibu.
"Kalau ada hantu, lalu bagaimana?"
"Ibu! Jangan nakut-nakutin terus. Aku takut!" Aku mencengkram baju ibu, sekuat yang aku mampu. Kedua mataku terpejam serekat yang aku bisa.
"Nak, bila hantu itu benar-benar ada, jangan pernah belari. Nanti kamu bisa celaka, melipir saja cari tempat yang terang."
Tangan-tangan lembut ibu mengusap punggungku, melumerkeun rasa takut yang menebal di sana. Mengusap bahu dan rambutku, melunturkan rasa cekam. Kata-kata itu, aku tidak mengerti kenapa harus selalu disampaikan. Tidak ada kata lainkah? Tidak ada jampi-jampi yang bisa diucapkan ibu untuk mengusir hantu, adakah?
***
Begitulah aku pada akhirnya menemukan pembebasan dari rasa takut akan hantu, kegelapan, dan pikiran sendiri. Tiada lain pelukan ibu, kata-katanya yang tidak aku mengerti waktu itu, usapan hangatnya yang meluluhkan kegelapan.
Sampai hari ini, ketika pintu berderit sendiri tanpa sesiapa yang membukanya, aku tak lagi takut. Pun aku sudah tahu, itu kau, selalu kau, masih saja selalu kau. Ya kau, hantu yang bergentayang dari iga ke iga, mengasap di sekat dada, mewangi di rongga kepala, menampak di bola mata. Menguar rupa-rupa bebunga, memendar rerupa asmara.
Desember sudah habis, kau masih saja.
Selalu.
Desember 2015
selamat tahun baru 2016
ReplyDelete