Saya masih begitu-begitu saja, masih menjadi ruang terbuka atas aneka informasi yang begitu mudah mengetuk batin, mengetuk alam sadar dan tak sadar saya melalui berbagai wujud dan medianya. Menyusup ke dalam bulir darah dan merajah serabut-serabut syaraf. Saya rasa, saya tidak sendirian. Kita semua berada di dalam posisi yang sama, menjadi inang dari segala informasi kekinian yang memiliki seribu wajah.
Sang inang ialah yang dengan sadar atau tak sadar membiarkan yang bukan bagian dari dirinya untuk menjadi bagian dari dirinya. Siapa saja yang membiarkan fenomen menjadi seakan-akan nomena diri. Aih, betapa pseudo eksistensi manusia abad ini.
Super Hero Sudah Mati, Kita Bersulang Siang dan Malam!
Keunikan yang sempat digagas para filsuf eksistensialis, mungkin tinggal frasa, tak pernah ada Sisifus, tak pernah ada Zaratustha, yang ada hanyalah angan tinggi mengenai gagasan tentang menjadi manusia dan dunia yang kekal dalam "relasi chaos yang harmonis".
Mencari tatanan dunia yang adem-ayem-tingtrim-gemah-ripah-lohjinawi seakan mencari sehelai jerami di gunungan jarum. Sesiapa yang ingin menemukannya akan tewas mengenaskan dikubur gunungan jarum sampai ke lambung dan usus 12 jari.
Hari ini dunia yang saya tinggalnya adalah panggung kekarutan yang di dalamnya penjahat bersulang siang dan malam. Merayakan kemegahan dari gelapnya cahaya rembulannya dan merahnya cahaya matahari di waktu siang.
Sampai pada paragraf ini, saya kemudian tersadar satu hal. Di depan saya, di atas meja yang saat ini sedang saya gunakan untuk menulis, ada banyak gelas-gelas kaca menunggu dijungjung ke awang-awang. Bersulang!
Belum ada tanggapan untuk "Super Hero Kamu di Mana? (Ketika Super Hero Dikalahkan Super Hore)"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar