Kutulis catatan ini ketika seluruh diriku begitu kosong. Tidak ada masa lalu, tidak masa ada depan, tidak pula keberadaan hari ini. Sepenuhnya kosong yang memadat. Di antara huruf mungkin aku menemukan sesuatu yang menjadi hujan, menumbuh segala tiada menjadi benih, dari ganggang mewujud lumut, mewujud apa saja yang kemudian tumbuh dan kembali berpikir sebagaimana manusia.
Maria...
Pertemuan kita di atas angin itu berkelepas melintasi cahaya-cahaya api yang berkembang di awal tahun. Pertemuan yang bagiku tidak pernah bermakna apa-apa kecuali sejejak ingatan yang melesap ke muara bernama memoar. Bukan, bukan itu yang menghilangkan segala diriku hari ini. Bukan juga sesisi dirimu yang semakin dekat pada titik hangat di hari kemudian.
Siapa yang harus kusebut di saat seperti ini?
Tentu, diriku sendiri. Tentu, hidup yang tak pernah benar-benar hilang. Maria... hawa nafasmu menyuar di paru, berkelisik, menghangat.
Belum ada tanggapan untuk "Nafas yang Menyuar, Berkelisik, Menghangat"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar