Akhir-akhir ini saya sedang sibuk dengan beberapa buku yang di dalamnya banyak sekali mengandung kata serapan, terutama dari bahasa Arab. Otomatis, saya langsung membuka-buka KBBI online di sini dan di sini untuk menemukan rujukan kata yang benar. Dari kedua KBBI daring itu, saya menemukan penulisan kata serapan yang menurut saya tidak konsisten.
Sebelum membahas masalah inkonsistensi, mari kita bicara tentang huruf terlebih dahulu. Huruf dapat diartikan sebagai "tanda aksara dl tata tulis yg merupakan anggota abjad yg melambangkan bunyi bahasa" (sumber: KBBI ) Itu berarti di dalam huruf terdiri dari - setidaknya - dua unsur pokok linguistik, yaitu numerik (sistem penulisan) dan fonetik (sistem pengucapan). Kedua unsur tersebutlah yang kemudian memberikan identitas berbeda antara satu huruf dengan huruf lainnya. Perbedaan yang juga akan melahirkan perbedaan makna.
Kembali lagi ke masalah KBBI.
Saya menemukan kata "syukur" yang diserap dari bahasa Arab, yaitu "Syukur". Dalam kasus kata "syukur" ini tidak ada masalah karena bahasa Indonesia menyerap bahasa Arab dengan benar, yaitu huruf "syin" yang ditulis menjadi "sy" pada kata "syukur". Makna numerik diserap dengan benar, seperti makna fonetiknya juga.
Kasus lainnya, saya menemukan sebuah kata serapan dalam kata "salat" yang diserap dari bahasa Arab yaitu "shalat". Dalam bahasa Arabnya kata “Shalat” ditulis dengan huruf "shod" ketika diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi huruf "shod" atau "sh". Penulisan tersebut dikarenakan ada fonem (pengucapan) yang harus dipertahankan sebagai “sh”. Ketentuan ini berlaku untuk huruf-huruf lain, misalnya "syin" yang diserap menjadi "Sy" atau "sin" yang cukup diserap menjadi "s" atau “Tsin” yang diserap menajdi “Ts”.
Setelah menemukan kata "salat" sebagai pakem yang digunakan dalam KBBI daring, saya cukup terperangah. Kenapa huruf "shod" ditulis hanya dengan "s" pada kata "salat" seharusnya tetap "shalat" karena diserap dari huruf "shod" bukan "sin".
Saya menjadi teramat sangat heran, kenapa terjadi perbedaan penyerapan kata seperti di atas. Kata “syukur” diserap sesuai dengan asal-muasalnya. Akan tetapi kata “shalat”, “adzan” dan “ustadz” misalnya, diserap secara berbeda yakni dengan menghilangkan unsur fonetik yang seharusnya tetap dijaga karena unsur fonetik adalah unsur pembentuk makna yang vital. Ketiga kata di atas ditulis menjadi “salat”, “azan” dan “ustaz”.
Inkonsitensi seperti di atas, akan berakibat fatal, karena sebuah kata yang dituliskan secara salah akan mengakibatkan pula salahnya pemaknaan. Contoh kasus adalah pada ayat berikut:
La in syakartum La aziidannakum
(Bersyukurlah kamu, maka kami akan menambah nikmat itu)
Bila penulisan disesuaikan dengan bahasa Indonesia serapan yang salah, maka hasilnya akan seperti di bawah ini
La in sakartum la aziidannakum,
(Mabuklah kamu, maka kami akan menambahkan nikmatmu)
Dari penemuan di atas, saya menjadi bertanya-tanya, kenapa KBBI daring memakai kata serapan yang berasal dari bahasa Arab, dengan penyerapan yang tidak tepat baik itu secara numerik maupun fonetik?
Bandung, 13 Agustus 2012
Belum ada tanggapan untuk "Inkonsistensi dalam KBBI"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar