DON QUIXOTE sebenarnya bernama Alonso Quijano, seorang Hidalgo atau kaum bangsawan Spanyol yang paling rendah. Nama "Don" merupakan gelar untuk bangsawan yang lebih tinggi. Adapun nama "Quixote" merupakan nama kesatria dalam kesusasteraan kesateriaan Spanyol, para kesatria kerap kali memiliki nama yang berakhir dengan "ote", karena itulah, Quijano berganti menjadi "Quixote".
Don Quixote dikisahkan berkelana di seluruh Spanyol dengan kuda kurusnya yang bernama Rocinante dan diaping oleh teman setianya Sancho Panzha. Don Quixote menjelajah spanyol dengan tujuan untuk melindungi orang-orang tertinda dengan kekuatan dirinya sebagai salah satu kesatria besar dari Spanyol. Kisahnya Don yang satu ini merupakan kisah khayalan, di mana segala pertarungan dengan berbagai-bagai bentuk kejahatan adalah perterungan fiktif yang hanya terjadi di dalam pikiran Quixote. Musuh-musuh besarnya bukanlah penjahat bengis atau monster jahat, melainkan perempuan tua atau kincir angin yang dibayangkannya sebagai penjahat yang sebenarnya. Celakanya, semua khayalan itu tidak hanya benar di kepala Quixote, juga dibenarkan oleh teman setianya Sancho Panzha. Pembenaran-pembenaran Sancho ini juga terus terjadi ketika Quixote jatuh cinta pada seorang perempuan cantik jelita, bernama Dulcinea, seorang perempuan yang sebenarnya nenek tua bangka. Lagi-lagi Sancho yang setia itu, membenarkan khayalan Quixote tentang Dulcinea.
Kisah di atas merupakan amsal tentang segala kesemuan hidup yang kerap kali dilakoni oleh setiap orang yang dramatik. Kesemuan itu juga terjadi dalam medan perang bernama Ramadhan dan uforia perayaan kemenangan yang jatuh pada hari raya Iedul Fitri.
Kemenangan fiktif
Ramadhan bisa dikatakan sebagai medan perang yang di dalamnya setiap orang melakoni perang terbesar dalam hidupnya. Sebagaimana hadits dari nabi Muhammad rasulullah SAW, yang menyebutkan “perang terbesar adalah melawan hawa nafsu dalam diri sendiri.” Ramadhan merupakan perang di dalam diri sendiri, perang antara bisikan kebaikan dan ajakan untuk berbuat keburukan dalam berbagai bentuknya. Perang tersebut tentu akan berakhir dalam jalan kemenangan atau kekalahan telak. Berada di manakah kita di setiap peperangan tersebut meninggalkan kita? Merayakan kemenangan atau menangisi kekalahan?
Tentu sebagian besar orang merasa telah menang selama melakoni pergulatan panjang di bulan Ramadhan. Kemenangan yang dirayakan dengan uforia tahunan, yang dibenarkan oleh Sancho-sancho masa kini.
Sancho masa kini bukan lagi kehadiran personal yang mewujud semata-mata dalam diri seseorang, melainkan kehadiran yang juga mewujud dalam berbagai gagasan, seperti iklan, fashion atau gaya hidup. Sancho masa kini akan senantiasa menjadi pembenar atas apa yang dikhayalkan sebagai kemenangan selama kita melakoni ibadah Shaum Ramadhan. Kemenangan di hara raya Iedul Fitri misalnya kerap kali digambarkan oleh iklan berupa kemenangan dengan cara mengonsumsi produk tertentu. Tentuk kemenangan tersebut adalah kemenangan semu yang dramatis.
Tujuan yang salah
Kisah Quixote juga berakhir dengan tragis, segala heroismenya yang tulus berakhir dalam kemurungan semu atas cintanya kepada Dulcinea yang juga semu. Lagi-lagi ilusi menjadi berhala yang tidak terhindari atas titik bidik seseorang di ujung perjalanannya. Selain pembenar semacam Sancho, kesemuan tujuan juga hadir dalam kaca pandang sendiri. Dalam masalah shaum, ilusi tersebut hadir sejak shaum itu pertama kali ditabuh. Shaum misalnya dimaknai sebagai bulan yang diakhirnya nanti, berbalas dengan THR atau kasus lainnya shaum kerap kali dimaknai sebagai penyiksaan tubuh. Padahal shaum bukanlah penyiksaan tubuh, melainkan pemeliharaan yang mendatangkan banyak manfaat bagi tubuh itu sendiri. KEsalahan pemaknaan seperti di atas akan mengakibatkan pula kesalahan tujuan.
Lalu, siapakah Dulcinea yang cantik jelita itu dalam terma ibadah Shaum? Apakah sosok personal, ataukah sesuatu yang lain?
Allah SWT dalam banyak ayat berfirman, dalam surat Al Qadr ayat 1-5 “bahwa Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Dulcinea yang pertama bagi seorang muslim adalah laillatul qada. Kehadiran sebuah malam yang di dalamnya Allah menurunkan segala berkah. Siapa saja yang berhasil meraih laillatul qadar, maka seluruh hidupnya akan mendapatkan berkah yang baik, seumpama dia mendapatkan kebaikan dari seribu bulan.
Dulcinea kedua adalah ketaqwaan, hal ini sudah diungkap dalam ayat yang menjadi asal muasal perintah ibadah shaum itu sendiri sebagai ajang yang diharapkan mampu meningkatkan ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT.
Dua hal di ataslah yang menjadi tujuan dari shaum kita di bulan Ramdhan, bukan perkara-perkara lain. Ketika dua hal tersebut menjadi kejaran utama, menjadi peperangan yang sepenuh hati ingin diraih, insya Allah perjalanan shaum kita bukanlah peperangan semu sebagaimana Quixote yang bertarung dengan khayalan semata. Ketika dua hal di atas menjadi target, maka tidak akan satu pun Sancho masa kini yang akan bisa menipu kita dengan pembenaran-pembenarannya yang sebenarnya tidak benar itu.
Semoga kita bukanlah Alonso Quijano yang begitu tragis merayakan fantasi. Semoga di hara rahya Iedul Fitri besok, kita semuanya merayakan kemenangan yang hakiki.
Bandung, 13 Agustus 2012
Belum ada tanggapan untuk "Iedul Fitri dan Kemenangan Don Quixote"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar