IBX582A8B4EDEABB Bunga Api Rekah di Matamu, Tepat Jam 12 Malam (Inilah Koran - 14 April 2013) | Info Absurditas Kata Bunga Api Rekah di Matamu, Tepat Jam 12 Malam (Inilah Koran - 14 April 2013) - Info Absurditas Kata
Beranda · E-Mail Koran · Info Lomba · Kiat Menulis · Adsense · SEO Youtube · Jasa · Toko · Blog

Bunga Api Rekah di Matamu, Tepat Jam 12 Malam (Inilah Koran - 14 April 2013)


BUNGA API REKAH DI MATAMU, TEPAT JAM 12.00 MALAM
Absurditas Malka*

            Hidup tak pernah berulang, begitu katamu. Bahkan ketika lelaki asing itu, tak terbantahkan membuatmu heran, perihal nasib yang rupanya berputar di ruang waktu yang berbeda, dengan peristiwa yang itu-itu juga.
            “Kita belum pernah bertemu, kan? Aku baru mengenalmu.” Ucapmu.
            “Kamu Nadila kan? Rumahmu di Jalan Aceh.”
            “Ya, itu namaku dan di sanalah aku tinggal.” Jawabmu, tetap tak ingin percaya kepada lelaki yang duduk di depanmu, lelaki yang baru malam ini bertemu denganmu. Lelaki itu, seperti mampu membaca seluruh dirimu, termasuk malam ini ketika kamu sendirian di tengah keramaian. Segala kebenaran kata-katanyalah yang membuatmu mau duduk berhadapan di sebuah meja kafe yang ramai, dipadati orang-orang, dimeriahkan suara terompet.
Kamu mencoba mengingatnya, kamu tak bisa mengingatnya. Wajahnya yang pucat, sama sekali asing. Tak sepetak pun memoar di dalam kepalamu mampu menampilkan barang selintas, tentang siapa dirinya?
            “Kamu lulus SMA tahun dua ribu, tidak lulus masuk Unpad dan ITB. Kamu kemudian melamar kerja di pabrik tekstil di Karawang Timur. Kamu bekerja di sana selama tujuh tahun, tepatnya dua ribu delapan kamu kembali ke Bandung. Di hari ulang tahunmu yang kedua puluh tiga, kamu dapat kado berupa boneka beruang berwana biru laut, dari Rangga, pacarmu yang ... hmmm... yang keempat. Ada sebuah surat di dalam kado itu, dibungkus amplop berwana ungu. Haruskah aku membacakan isi suratnya juga? Apakah ada yang salah dengan ingatanku?”
            Kamu kaget, bagaimana mungkin lelaki yang baru bertemu itu bisa mengenalimu dengan benar. Bahkan mengetahui perihal surat itu yang tak pernah kepada siapa pun kamu perlihatkan. Kamu yakin, selama ini tidak pernah bertemu dengannya, dalam dunia nyata ataupun maya. Tapi lelaki itu begitu benar mengenalimu, seolah ia berkata, hidup adalah peristiwa yang berulang. Lakon yang sama di ruang waktu yang berbeda.
            “Gila... Tunggu sebentar, bagaimana kamu bisa mengetahui banyak hal tentangku? Aku yakin, sangat yakin. Aku tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya. Sepertinya, kamu sangat mengenaliku. Apakah kamu memata-mataiku?” Ada seribu pertanyaan di matamu. Lelaki itu tersenyum, hanya tersenyum.
            Setelah disesapnya kopi yang masih menguar asap, ia kembali bicara, “Untuk apa aku memata-matai? Tenang saja Nadila, aku tidak bermaksud jahat. Bahkan ketika aku sebenarnya mengetahui berapa nomor PIN, ATM dan ponsel-ponselmu itu.”
            Kamu kehabisan kata-kata, kamu ingin membuktikan ucapan lelaki itu. Tapi pasti dia akan menjawabnya dengan benar. Apa yang harus kamu lakukan? Kamu takut, kamu heran, kamu diketam-ketam segala macam pertanyaan. Di depannya, kamu berusaha untuk tetap tenang.
            “Bukan, ini bukan reinkarnasi.” Tiba-tiba ia memotong apa yang sedang kamu pikirkan. Kamu tertunduk di depannya, kamu merasa sangat telanjang.
“Apa, reinkarnasi maksudmu? Aku tidak percaya.” Kilahmu.
Ketenangan yang kamu perlihatkan, semakin bergeletar, nyaris sebagian besar dari dirimu kini dikuasi kegugupan. Lelaki itu menatapmu, seperti ingin menelisik apa saja yang kamu pikirkan. Kamu tak berani lagi menatap matanya, kamu tertunduk, memainkan ponsel. Sesekali menatap ke luar kafe, menonton jalanan kota yang memadat dengan arak-arakan manusia, dan aneka macam kendaraan. Kota yang hangat, riuh dan bergemuruh dengan suara terompet.
“Namaku, Danar.” Lelaki itu lagi-lagi mampu menerka apa yang kamu pikirkan.
Kamu terperangah, kamu gelagapan. Kamu tersenyum tapi di matamu, tetap saja ada sekian banyak pertanyaan.
***
Kamu masih merasa pusing, seperti ada bintang yang berputar-putar di kepala ketika pacarmu, melambaikan tangan dan melaju di dalam mobil. Tanganmu juga melambai, bibirmu tersenyum, kamu tidak akan pernah lagi melihatnya ssetelah subuh itu.
Take care, honey...” Gumammu.
Di luar sana, keramaian sudah terurai, jalanan yang semalam dipadati aneka macam orang dan kendaraan, sudah kembali lengang. Suara terompet yang sempat berdengung di seluruh sudut kota, pun sudah hilang. Hanya sesayup saja yang masih terdengar, berceleret kesepian di tempat nun jauh, entah di mana. Matamu, menumbuk lantai, kamu tatap bayang-bayangmu sendiri.
Sebelum pintu tertutup, sebelum kamu kembali terpenjara dalam sunyinya rumah sendiri. Angin yang lirih subuh itu, merambatkan suara ban yang berdecit, diikuti suara debum. Suara yang samar, sangat samar.
***
“Nadila, sebentar lagi tahun baru. Pegang ini.” Ucap lelaki itu, tangannya menyodorkan sebuah mercon, satu untukmu, satu untuknya.
“Kamu menyiapkan ini?”
“Ya, setiap tahun. Ayo, kita cari tempat lapang.”
Ia menuntunmu, ke luar dari kafe, berbaur dengan orang-orang yang berdesak-desak, tercelup dalam gemuruh suara terompet dan mesin kendaraan.
“Cepat, sebentar lagi.” Ucapnya, seraya berjalan lebih cepat menuju taman. Kamu mengikutinya, melejit-lejit di antara kerumunan.
Kamu melihat jam di tangan setelah berada di taman, memang tak lengang, tapi langitnya terbuka, kamu bisa menyulut mercon itu. Menodongkannya ke angkasa, menyaksikan bunga apinya meledak di langit sana.
“Sepuluh... Sembilan... Delapan...” Lelaki itu mengajakmu berhitung, sampai sepuluh. Begitupun orang-orang di sekelilingmu, di semua sudut kota, menghitung detak-detak terakhir tahun ini, menyambut detak tahun baru yang tinggal 10 detik lagi.
Blaaar.... Blaaar... Blaaar... Tereeeeett teeet teeeereet...Teeeettt...
            Seluruh kota seketika meledak, dibekap jerit terompet yang serempak didengungkan. Langit di atasmu, dipulas pendar-pendar cahaya, bergantian dari segala penjuru. Begitupun kamu dan lelaki itu, menyulut mercon bersamaan, meramaikan rona langit yang malam itu menjadi aneka warna.
            Blaaar.... Bunga api meledak di langit sana, bayangannya hadir di bola matamu, berpendaran, berkilauan, tepat jam 12.00 malam.
            “Sadan?”
            Kamu seketika terpaku, kilatan kembang api yang sekilas itu, entah bagaimana membuatmu teringat Sadan. Lelaki itu dalam sekian detik kilatan cahaya, membuatmu seperti melihatnya. Kamu menelisiknya, tetap saja, lelaki itu bukan Sadan, bukan pacarmu yang setahun lalu mati terjatuh ke dalam jurang berbatu di sebuah tikungan.
            “Kenapa kau menatapku seperti itu? Apakah aku mirip seseorang? Ataukah kamu sudah bisa mengenaliku...” ia menatapmu, ia tersenyum.
            “Tidak apa-apa. Eh, selamat tahun baru ya...”
            Kamu tersenyum kepadanya, matamu kembali menonton langit tinggi, menyaksikan aneka kembang api yang berpendaran.
            Gluk, ia menenggak minuman dari botol kaca. Kamu menahannya, mengajaknya bersulang. Kaca berdenting, kamu bersamanya, menenggak minuman.  Ada yang menghangat di leher dan dadamu. Dingin udara yang menggigit sejenak terurai.
            Kamu semakin ingin menatap wajahnya, ada perasaan terganggu ketika kamu semakin menelisknya. Lelaki itu, lelaki yang baru malam ini kamu kenali itu, entah bagaimana begitu saja mengingatkanmu pada Sadan.
            “Sepertinya, aku mengenalimu.” Gumammu.
            “Tentu, kau tentu mengenalku.” Jawabnya.
            Kamu terperanjat, rupanya suaramu yang sekadar bisik itu didengarnya. Dia menatapmu, tersenyum. Kamu meskipun merasa ditelanjangi, kini berani menatapnya. Ya, lelaki itu benar-benar mengingatkanmu pada Sadan, meskipun tak satu pun bagian wajahnya yang mirip dengan pacarmu itu.
            “Boleh aku bertanya?” Ucapmu, ragu.
            “Aku sudah tahu apa yang ingin kamu tanyakan. Silakan...”
            “Hmmm... Kamu mengetahui aku dari mana? Kini, aku merasa mengenalmu, tapi entah di mana, entah kamu ini siapa?”
            “Pertanyaan yang cerdas, aku menunggu kamu memikirkan itu dari tadi. Tapi entahlah, aroma tahun baru dan bising terompet ini mungkin membuat daya kerja otakmu mengendur. Ha ha ha...” Ia menenggak lagi minuman dalam botol, kamu menatapnya penasaran. “Aku mengetahuimu dari masa lalu...” Lanjutnya.
            “Maksudmu?”
“Kita sudah lama bertemu, kita sudah sejak lama saling mengenal. Peristiwa ini juga, sudah pernah terjadi, tahun lalu. Kamu mungkin lupa. Tapi bagaimana aku bisa lupa?”
Wajahnya yang pucat, seperti ingin membawamu pada masa lalu, ingin mengajak memorimu untuk mengingat-ingat apa yang telah terjadi di waktu yang telah berlalu. Setahun lalu, hanya Sadan bersamamu, hanya Sadan juga  yang menatap bayangan kembang api di matamu.
“Benarkah? Kita pernah kenal? Kamu siapa, kamu bukan Sadan, kan?”
“Coba ingat-ingat...” Dia terdiam, menatapi bayang-bayang bunga api yang berpendaran di matamu, yang kiri dan kanan.
“Aku tidak bisa mengingatnya. Sungguh...” Kamu sudah memutar otak, tetap saja tak mampu mengingat lelaki itu. Kepalamu mulai pusing, mungkin terlalu memikirkannya atau mungkin terlalu banyak menenggak minuman.
Ada banyak hal yang ingin kamu pertanyakan, tapi kepalamu sudah tak tak bersahabat. Kamu lelah, kamu pusing, kamu tak bisa mengingat apa-apa lagi setelah itu.
***
Kamu melambaikan tangan ke arah lelaki itu. Kamu melaju dalam mobil. Lelaki itu tersenyum kepadamu. Kamu tersenyum kepadanya, dari jendela yang terbuka.
Take care, honey...” Gumammu. Kamu melaju, meneretas hari yang sudah pagi.
Jalanan kembali lengang, hanya berhuni tirai kabut yang berhamparan di sepanjang jalan aspal.
Dari spion mobilmu, samar-samar kamu menatap lelaki itu yang masih berdiri beku di tepi jalan. Ia masih melambaikan tangan, ketika tanganmu terlambat memutar stir, mobilmu terlambat berbelok, menumbuk pembatas jalan.
Mobilmu melompat ke dalam jurang.

Bandung, 27 Desember 2012

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "Bunga Api Rekah di Matamu, Tepat Jam 12 Malam (Inilah Koran - 14 April 2013)"

Post a Comment

Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar