Belakangan sempat ramai berita perihal penyair Saut Situmorang yang dipolisikan karena pencemaran nama baik. (Beritanya bisa dilihat di sini
mediajournal.com dan
merdeka.com)
Saut Situmorang termasuk salah satu penyair yang paling gencar menggugat buku
33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia. Sementara DJA termasuk tokoh bertopeng yang gencar menyembunyikan diri dari berbagai undangan/pertemuan/pertanggung-jawaban/diskusi ilmiah perihal eksistensinya di dalam buku tersebut.
Sebagai tokoh paling jagoan ngacir dan ngumpet, tentu DJA tak mau berkeringat mengurusi manipulasi sejarah tersebut. (Ngapain bayar mahal para mafia sastra kalau masih harus turun ke jalan?) Akhirnya... kasus 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia tersebut, mengantar Saut Situmorang ke meja hijau dan DJA tetap suci di balik topengnya, tetap menjadi besi yang tak hancur digigit kuda :D
Berikut kabar terbaru perihal proses hukum yang sedang dialami oleh penyair Saut Situmorang, sebagaimana yang disampaikannya kepada admin Info Absurditas Kata:
Yang polisikan aku dan Iwan Soekri bukan si Denny JA tapi Fatin Hamama makelar sastranya itu. Tapi pasti ada hasutan jugak dari Denny JA. Saat ini kasusnya sudah di Polres Jakarta Timur dan aku udah tiga kali dipanggil. Kerna aku tinggal di Jogja maka pengacaraku Iwan Ch Pangka yang datang ke kantor polisi Jakarta Timur itu
Mafia sastra telah membungkam mulut-mulut dengan besi dan baja, membelok-belokkan dan memanipulasi sejarah, menciptakan masa depan yang penuh kebohongan. Ha ha ha...
Mafia Sastra, Sketsa Mental yang Berada di Bawah Garis Kemiskinan
Buku 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia merupakan omong-kosong sastra paling besar di Indonesia. Buku yang tidak ditulis oleh sejarah, melainkan buku yang membeli sejarah, buku yang memanipulasi sejarah. Buku ngibul, prasasti personal Agan DJA yang kanjut kundang-nya berlimpah recehan.
Buku yang juga menandakan bahwa 8 "juri" di belakang buku tersebut, memelihara mental, jiwa, dan pikiran yang masih berada di bawah garis kemiskinan!
Dampak yang paling nyata dan merusak adalah manipulasi Sejarah Sastra Indonesia kontemporer. Apalagi kalok nanti buku "33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh" itu jadi bahan rujukan di sekolah-sekolah
Jalan asyik yang bisa ditempuh para penulis pemula di tengah kacaunya dunia sastra yang dijejali mafia?
Nah, ini obrolan terakhir Info Absurditas Kata bersama penyair Saut Situmorang. Semoga kita tidak lantas menjadi pembaca sastra yang bajingan, tidak menjadi sastrawan bajingan yang rela menjual sastra demi setumpuk berlian, tidak menjadi pemilik modal bajingan =))
Harus lebih kritis membaca laporan koran dan buku-buku sejarah sastra yang terbaru! Internet telah memberikan akses luar biasa ke informasi dan itu harus dimanfaatkan. Informasi media mainstream macam koran dan buku harus diimbangi dengan informasi dari blog dan website tentang Sastra Indonesia
Begitulah dulu dari aku. Semoga bermanfaat. Cheers!
Saut Situmorang telah berbagi kepada kita semua perihal perjalanannya menggugat kebohongan sastra di Indonesia, sastra yang dijejali mafia. Perjalanan yang akhirnya membuat ia dipolisikan.
Proses kreatif, akan selalu memiliki banyak jalan. Ada yang dipolisikan, kemudian menulis puisi perlawanan. Ada pula yang menggelontorkan sekian milyar uang, membayar mafia, menjadi mafia, kemudian menulis puisi esai.
Karawang, 15 Desember 2014
Artikel lain yang berhubungan dengan buku 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia:
Info Absurditas Kata Lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Mafia Sastra, Manipulasi Sejarah, dan Perlawanan Saut Situmorang"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar