Ibu…
Tidak ada lagi yang tersisa di pekarangan dan kita tidak mampu berbuat apapun, daun terakhir telah mengering dalam genggam. Dari kedua bola matamu getah pohon Karet berwarna putih, menggenang. Melarikan marah dan geram yang hanya bisa diam.
Ibu…
Jangan menangis, doa-doa kita tidak akan diam di langit tinggi. Hujan akan membawanya kembali ke sini, ke wajah tanah yang bertahun akan datang dilapis batu dan aspal. Tersenyumlah, karena doa-doa adalah penghujan yang akan menyiraminya. Kelak kota ini mungkin kembali direbut lumut, tembok-temboknya dicengkram akar, jalanan kotanya hanya mengeluarkan udara segar… bukan racun dan asap.
Ibu…
Ayo terus berjalan, mengikuti matahari dan bayang-bayang yang memanjang. Ikuti ranting-ranting kering harapan, sebelum pada ahirnya berpusara di kekalahan.
Karawang, 24 Februari 2009
untuk Ibu dan segala kekalahan
Belum ada tanggapan untuk "Ibu, Doa dan Kekalahan"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar