Rintik hujan entah yang keberapa, jatuh sekian kali di bahumu. Menitipkan dingin kepada beban yang masih mengabutkan pikiran di bulan November hari-hari pengahiran. Bersabarlah Maria, meskipun musim melulu melukiskan peta-peta kota yang tergenang dan memaksakan lukisan waktu berkarib dengan pelimbahan. Bersabarlah karena aku akan meneruskan perjalanan waktu, di sisimu, mencari jejak yang karam, mencari depan yang hilang, mencari siapa saja yang kelak akan menumbuh kembali bunga-bunga di benak kita.
Sudah berkali-kali pula aku pertanyakan kepada kekosongan, tentang embun yang menebal di muka kaca. Siapakah kiranya yang memiliki tangan terulur untuk mengusap kesan kehancuran setelah hidup dibekukan? Siapakah jua kiranya yang bersedia menyampaikan pesan pendiangan, di ujung nafas beruap yang nyaris sekarat digigilkan kemungkinan? Di ujung pertanyaan-pertanyaan itu, Maria... meskipun ada terka, hadir pula jawaban.
Rintik hujan yang kesekian, mungkin akan tetap jatuh di bahumu, di bahuku. Tapi kita tidak pernah merasa cukup payah untuk mengeluh dan meruntuh. Karena kita, sama-sama telah bersumpah, untuk menerus semilir. Sampai nanti, sampai dunia ini kembali menjadi asing di bawah nisan.
--------Segunug mimpi, harapan dan angan
untuk Skylashtar Maryam
Belum ada tanggapan untuk "Menjadi Asing di Bawah Nisan"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar