ANOMI
(Filsafat, Tragika Sosial, Kegilaan Peradaban, dan Bencana Ekologis)
Bedebaaaam!
Mobil kamu menumbuk beton pembatas jalan. Lantak, segalanya berserak, berantakan, hancur menjadi keping. Kepala mobilmu tak lagi berbentuk, sebagaimana ayam penyet setelah ditumbuk. Material besi baja tak ubahnya tahu tempe, lunak lembek, remuk bentuk. Mobilmu meledak, bola api melayang ke awang-awang, sebagian lain membakar apa saja yang mungkin terbakar. Asap menyeruak, mengepul, membungkus dunia dengan rona kelam.
Sampai pada titik semacam itu, apalah artinya filsafat di hadapan kematian. Selain muasal semesta yang tak mampu dijelaskan pemikiran, kematian pun tak mungkin diandaikan.
Bagimu, semesta raya dan asal muasalnya adalah tanda tanya besar, adalah yang tak terkejar, tersembunyi di kegelapan. Itu saja yang bisa diyakini tentang awal mulanya. Selebihnya kamu tak meyakini apa pun.
Tapi tidak demikian halnya dengan hari yang akan datang, sebaliknya kamu begitu saja menerima bahwa setelah kehidupan di muka bumi ini, ada kehidupan lain. Ada dunia yang sama-sama tak terkejar oleh nalar, menunggu semua orang. Mungkin surga dan neraka seperti yang sebagian besar dipercayai orang-orang, atau mungkin perputaran kelahiran. Kamu hanya percaya –begitu saja percaya- bahwa ada kehidupan setelah bumi ini, seperti apa bentuknya, kamu tidak mungkin tahu. Kamu harus mati terlebih dahulu.
Sementara kematian, akal-akalmu tidak pernah cukup untuk memahaminya, tidak pernah sampai. Ketika kamu menalar kematian, menakarnya dengan akal, lagi-lagi kamu hanya mampu berpikir tentang kehidupan.
Hidup, itulah pusat pemikiran yang harus direnungkan setiap orang, begitulah menurut Albert Camus, berhala epistemologi dalam kepalamu. Pertanyaan pertama kehidupan, bukanlah tentang Tuhan, muasal semesta, atau akhir dari nasib semesta, bukan tentang hakikat apa pun, apa lagi kematian. Hidup dan kepatutan untuk melakoninya, itulah yang harus dipertanyakan sebagai dasar atas seluruh tindakan. Haruskah hidup dilakoni?
Baaaam!
Ledakan dahsyat kedua, sekujur tubuhmu sempurna disambar api. Rasa panas menjamah setiap sel darah, menghanguskannya sampai sempurna menjadi abu. Kamu tidak lagi bermakna, kehilangan segalanya, segala-galanya. Kamu mati.
Karawang, 3 April 2014
AM
Info Absurditas Kata Lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "ANOMI (Filsafat, Tragika Sosial, Kegilaan Peradaban, dan Bencana Ekologis)"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar