Kali ini
Absurditas Kata mau bagi-bagi pengalaman tentang dunia kepenulisan. Ceritanya begini, pada tahun 2004-an salah satu komunitas dan toko buku di Bandung, yakni
Tobucil menggelar acara Diary Project.
Acara Diary Project ini bagi saya merupakan acara keren dan efektif untuk membangun kebiasaan
menulis. Saya merasakan dampaknya, saya merasakan perubahannya. Sebenarnya tidak ada pelatihan menulis, tidak ada intruksi canggih, tidak ada teori menulis dalam acara tersebut. Loh, kok bisa?
Peserta yang mengikuti acara Diary Project bahkan tidak perlu hadir di tempat yang sama, setiap peserta bisa berada di mana saja, bebas. Acaranya sendiri digeber selama 30 hari, tugas peserta adalah membuat catatan harian.
Hanya begitu, tugas peserta Diary Project hanya menulis saja, bukan menulis yang megah-megah, bukan novel, bukan cerpen, pokoknya menulis saja, suka-suka. Selama 30 hari peserta HARUS menulis, bila pun benar-benar sangat sibuk, HARUS TETAP MENULIS.
Setelah 30 hari, peserta dipersilakan mengumpulkan tulisan mereka ke panitia. Out putnya mungkin tidak terlihat wujudnya, tidak lantas dipublikasikan oleh penerbit buku atau media massa. Hasilnya dirasakan secara personal oleh masing-masing peserta, terbentuknya habitus baru, kebiasaan menulis.
Hari ini dengan segala kemudahan, sepertinya Diary Project bisa menjadi proyek setiap orang tanpa harus menunggu ada panitia yang menggelar acara seperti itu. Setiap orang bisa menulis di blog, di catatan FB, atau di kultwit Twitter.
Biasakan menulis, dalam sehari harus ada sesuatu yang dituliskan. Bahkan bila tidak ada yang bisa dituliskan 1 kata pun, cukup kiranya Anda menulis begini misalnya "Anjir! Nggak bisa nulis!" :D
Maka...
Kapan Anda akan memulai menulis, kenapa harus menunggu besok?
Belum ada tanggapan untuk "Diary Project, Cara Efektif Membentuk Kebiasaan Menulis"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar