IBX582A8B4EDEABB , | Info Absurditas Kata , - Info Absurditas Kata
Beranda · E-Mail Koran · Info Lomba · Kiat Menulis · Adsense · SEO Youtube · Jasa · Toko · Blog

,

Absurditas Malka*

Kamis #1
            Apa yang kamu lihat adalah pemandangan paling nanar yang meggodam ulu hati. Kamu ingin berserak seketika itu juga, berhablur menjadi tiada. Kamu ingin waktu berputar ulang dan berharap segala apa yang telah terjadi, tak pernah terjadi.
            “Ya Tuhan... Apa yang terjadi kepada Bapak?” gumammu.
Suaramu pecah, basah, perih. Rasa nyeri berhamburan dari dalam hati. Di atas bantal yang merah oleh darah, Bapak terbaring tak sadarkan diri. Di kepalanya ada dua luka sobekan besar. Kain perban penutup luka memerah, dipulas darah.
Darah merah kehitaman mengental terburai di mulut Bapak, kamu memiringkan tubuhnya. Ibu menadah darah-darah itu, kamu merasa perih, begitupun ibu. Bapak tak sadar, koma, mata kirinya lebam, tertutup rapat. Mata kanannya terus terbuka setengah, bahkan ketika sedang tidur, tetap terbuka setengah.
Selang infus menancap di lengan kirinya, meneteskan cairan bening secara ritmis. Selang lain menempel di lubang hidung, mengembuskan oksigen ke dalam paru-parunya.
            Tirai tersibak, kakak perempuanmu datang bersama mata yang tak hentinya berhujan. Dia merangkul tubuh Bapak, memeluknya, menciumnya, dan menciumnya lagi. Kedua bola matanya, semakin deras berhujan.            Tirai kembali tersibak, kakak lelakimu, anak Bapak yang paling besar. Dia datang, bersawa wajah yang bertirai awan.
           
Jumat #2
            Bip bip biiip
            Tubuh Bapak sudah terhubung dengan aneka macam kabel, di ruang ICU. Detak jantung, dengus nafas, dan tanda-tanda hidup semuanya diterjemahkan menjadi grafik dan angka. Kamu menatapi garis-garis di dalam layar EKG, seperti rumput yang ujung-ujung runcingnya bersembulan acak, ada juga grafik yang seperti gelombang lautan. Kamu hanya mengerti sedikit, selebihnya adalah pertanyaan besar.
            Kamu dan semua keluargamu, bergantian menunggui Bapak. Tangannya yang kiri dan kanan dalam tak sadar tak pernah diam. Bergerak-gerak mencerabut apa saja, menyentuh apa saja. Hanya gerak tak sadar yang bisa Bapak lakukan, tanpa suara, tanpa kata-kata, tanpa reaksi. Semuanya tak sadar.
            “Saya tidak bisa mendiagnosa, tidak bisa melakukan apa pun sebelum saya melihat hasil CT-Scan. Bapak harus segera diCT-Scan, tapi rumah sakit umum daerah sedang penuh oleh korban banjir, sepertinya Bapak tidak akan bisa segera diCT-Scan.” Ucap dokter yang memeriksa Bapakmu.
            “Kenapa pasien UGD harus mengantri?”
            “Kekuarangan ruang, minimnya infrastruktur. Begitulah aturannya, pasien yang belum memiliki ruang rawat, tidak bisa diCT-Scan.” Dokter menjelaskan, menegaskan.
“Tidak ada jalan lain, Dok? Bapak harus segera ditangani.” Pintamu.
“Ada jalan lain, kalau keluarga Bapak punya kenalan atau orang dekat di rumah sakit umum daerah. Bapak bisa segera diCT-Scan.”
            Kamu ingin marah, ingin membakar seluruh dokter yang ada dunia ini. Kamu murka, kamu teramat sangat murka dengan apa yang baru saja kamu dengar. Tapi amarah, apalah artinya semua itu?
Kamu dan semua keluargamu, hanya bisa merasakan sesak. Kamu semakin mengerti betapa birokrasi di negeri ini, butuh dibenahi. Betapa setiap rumah sakit di negeri ini, butuh ruang UGD yang lebih banyak. Betapa rumah sakit di negeri ini sudah terlalu banyak kehilangan nyawa karena proses penanganan pasien UGD yang terlambat.

Sabtu #3
            Bip bip biiip
Kabar tentang Bapak sudah tersebar ke semua keluarga, yang jauh dan yang dekat. Satu demi satu, keluarga datang melayat, mengalun doa. Kamu di hari itu, juga mendengar kabar bagus.
            “Jam tiga sore, Bapak bisa diCT-Scan.”
            Begitu ucap petugas medis di rumah sakit tempat merawat Bapakmu. Rupanya benar, harus ada kenalan, harus pakai jalur politik. Berkat jasa orang nomor satu di kotamu itu, akhirnya Bapak bisa diCT-Scan meskipun tak memiliki ruang rawat inap. Dia menelpon langsung kepala rumah sakit umum daerah itu dan memintanya untuk bisa melakukan CT-Scan kepada Bapak.
            Kamu dan kakak lelakimu, mengantar Bapak ke rumah sakit umum daerah. Setibanya di sana, Bapak langsung disuntik, diberi penenang agar terdiam. Bapak dibopong ke mesin CT-Scan dan sinar-X mengabadikan apa yang terjadi dengan kepala Bapak dalam sebuah gambar klise.
            Ambulan sudah pulang, bersama Bapak yang tak sadar, dan kakak lelakimu yang wajahnya tak henti bergelayut awan. Kamu kini sendirian, menunggu hasil CT-Scan. Hatimu berdebar, kamu hanya bisa diam, duduk di bangku tunggu sendirian menikmati kesunyian.
            “Bapak ...” Petugas CT-Scan memanggil nama Bapakmu.   
            Kamu berhambur memburu pintu ruangan CT-Scan, seorang perempuan yang seusia dengan ibumu sudah menyiapkan 2 lembar gambar klise hasil scan.
            “Bu, saya boleh tahu tentang hasil scan-nya?” Tanyamu, ragu.  
            Perempuan itu memampang hasil scan di neon box yang terang. Kamu melihat gambar tengkorak, lingkaran hitam, dan titik-titik putih. Perempuan itu menunjuk-nunjuk gambar, memberi penjelasan. Lututmu bergeletar, jiwamu nanar. Kamu ingin menangis.
            “Bapak mengalami retak tulang kepala di banyak tempat, lima tempat yang paling fatal adalah di sini, ...” Perempuan itu menunjuk titik-titik pada gambar, dan menjelaskan apa saja yang perlu kamu ketahui. Kamu bisa melihat betapa tulang tengkorak itu retak di banyak tempat.
            “Titik-titik putih dalam gambar itu, adalah gumpalan darah. Bapak mengalami pendarahan di otak, lokasinya menyebar.” Sambung perempuan itu.
            “Apakah Bapak bisa dioperasi?”
            “Saya rasa, terlalu berisiko untuk melakukan operasi. Bapak sudah tua dan lukanya terlalu banyak. Mungkin, tinggal menunggu waktu saja.”
            Pupus, segala harapanmu pupus.
Doa-doamu berserak hilang bentuk. Kamu tak tahu kepada malaikat macam apa lagi doa harus dititipkan, agar Bapak bisa disembuhkan.

Minggu #4
            Bip bip biiip
            Bapak harus segera dioperasi, tapi bukan di rumah sakit umum daerah yang penuh itu. Bapak akan dirujuk ke Bandung, hanya saja surat rujukan itu baru keluar hari Senin. Kamu tidak bisa melakukan apa pun, kecuali menunggui hari Minggu dan melupakan segala apa yang dikatakan oleh petugas oleh CT-Scan.
            Tubuh Bapak terasa panas, detak jantungnya semakin berderap. Grafik-grafik di dalam layar EKG semakin tak bisa dimengerti. Angka-angka di sana, melampaui batas normal. Grafiknya berderet rapat-rapat.
            Kamu tak tahu apa yang harus kamu lakukan, kecuali menempelkan handuk hangat untuk menurunkan suhu badan Bapak.
           
Senin #5
            Bip bip biiip
            “Panggil Kakak-kakakmu.” Ucap Ibu, tegar.
            Ya, ibu adalah yang paling tegar. Selama sekian hari penantian dia tidak terlihat merengek atau meratap. Dia begitu bersabar menunggui Bapak, mengucapkan kalimat tahlil di telinga kanan Bapak.
            Saudara-saudaramu sudah berkumpul di ruang ICU. Ibu meminta kamu, kakak perempuanmu, dan kakak lelakimu untuk mengikhlaskan Bapak, mengampuni dosa-dosanya dan tak lupa ibu melarang untuk bersedih, apalagi meratap.
            Di dalam layar EKG, grafik sudah melampaui batas normal, grafik sudah nyaris tak berjarak. Angka-angka sudah menggembung. Ibu memintamu untuk menghubungi semua keluargamu, agar segera datang ke rumah sakit.
            Di luar sana, azan magrib berkumandang.
            Tubuh Bapak, menjadi tenang. Grafik di layar EKG kembali normal. Tubuhnya tak lagi demam, suhunya normal 36,7®C. Ibu menyuruh kakak lelakimu untuk berjaga. Dia hendak menunaikan salat magrib, bersamamu.
            “Tahlilkan Bapakmu.” Bisik ibu kepada kakak lelakimu.
            Kamu memapah ibu berjalan keluar ruangan. Mengantarnya ke musala.
***
            Jam 19.15 WIB.
Kakak lelakimu dengan wajah yang layu, tergopoh-gopoh memanggil ibu. Kamu dan kakak lelakimu memapah ibu, mengapingnya berjalan menuju ruang ICU.

absurditas malka

            Mesin EKG sudah tak bekerja, tak ada lagi yang bisa diterjemahkannya menjadi grafik dan angka. Semuanya menjadi garis datar, tanpa angka. Kosong.
Biiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiip...
           

Karawang, 26 Maret 2013

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk ","

Post a Comment

Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar