Double action revolver berwarna perak tersungkur di atas meja. Sebutir peluru bersarang di salah satu lubang silinder, menunggu waktu yang tepat untuk mengetuk kepala Sadun, pada suatu malam.
“Cobalah bermain Russian roulette. Aku sudah seratus kali mencobanya sampai hari ini aku masih hidup.”
Sadun kembali mengingat kata-kata si pemilik senjata, Markus sahabat kentalnya. Revolver itu diwariskannya sebagai cendera mata ketika Markus resmi meninggalkan Indonesia untuk menjadi warga negara Belanda.
“Seratus kali? Bukannya revolvermu ini cuma punya enam lubang?”
“Aku memutar silindernya di setiap kali bermain Russian roulette.”
“Jangankan seratus, seribu kali pun kalau caranya seperti itu, bisa saja kamu tetap selamat.”
“Mungkin saja tapi kemungkinannya sangat kecil. Nyali dan pelurulah yang kemudian berbicara. Sebaiknya jangan pernah bermain Russian roulette.”
“Salut. Tapi aku masih betah hidup, aku tidak ingin bermain-main dengan maut. Aku tidak akan melakukannya, sekali pun tidak akan pernah.”
Sadun tidak pernah berpikir sedikit pun untuk melakukan kegilaan judi Rusia itu. Berjudi segala macam judi pernah dilakukannya, ketika kalah segala yang hilang bisa kembali didapatkan di waktu kemudian. Akan tetapi berjudi dengan nyawa sendiri, ketika hilang tidak mungkin didapatkan kembali, nyawa cuma satu, tak berganti.
Revolver itu sudah lebih dari satu tahun bersamanya, hanya menghuni laci di dalam lemari. Sampai pada suatu ketika, saat Sadun memutuskan untuk menikmati situasi batas antara hidup dan mati. Mencicipi ketegangan, kecemasan ketika laras pistol menempel di kening, menabuh debar dan getar, bahkan mungkin membubuh kematian.
Digenggamnya revolver itu di tangan kanan, sebutir peluru dikepalnya dengan tangan kiri. Perasaan cekam seketika membelukar di sekujur tubuh. Menggedor jantung dengan debum dan dentum.
Krrrrkkk
Setelah peluru disarangkan, silinder pistol diputar sekuat tenaga. Sadun bergetar menodongkan laras senjata ke kepala. Keringat segala keringat bergelontor dari lubang pori, debum jantung, dengus nafas, derak nadi berkecamuk mengamuk tubuh.
Klek…
Palu peluru menumbuk kekosongan, tidak ada letusan, tidak ada peluru yang bersarang di pelipis kanan. Sadun seketika melayang, segala cekam terburai di kekosongan. Hidup masih menyimpan riwayat panjang.
“Aku masih hidup.”
Sadun menyimpan revolver ke atas meja, dinikmatinya situasi kebebasan yang paling lengang. Dirasakannya denyut jantung yang melamban, nafas yang memelas dan keringat yang melembam. Begitulah, revolver itu berhasil membujuknya pada suatu malam. Tanpa alasan Sadun bermain Russian roulette, berjudi, mengundi hidup dan kematian.
“Markus, nyaliku juga besar.” Sadun menggenggam erat revolver, memutar-mutarnya seperti koboi dalam film.
Lampu ponsel menyala terang, nada panggilan masuk terdengar berdering nyaring. Nama Dion terpampang di layar ponsel.
“Dun, besok lu siapin mental ya.”
“Maksud lu?”
“Gue udah daftarin lu buat ikut joyflight di kantor.” Jawab Dion.
“Mau joy atau nggak. Gue ga mau ikut, lu cari orang lain aja.”
“Lu takut ya? Ha ha ha.” Dion terbahak di ujung sana.
“Nggak juga sih.” Sadun menjawab ragu.
“Lu langsung aja ke bandara Halim, ga usah mampir ke kantor.”
“Ngapain ke bandara?”
“Lu kan mau gue ikutin joyflight. Tapi, kalau lu takut bilang aja takut, nanti gue cari orang lain aja.” Jawab Dion tegas.
“Joyfligt kan?”
“Yoi, gratis. Dalam rangka promosi pesawat udara baru.”
“Promosi apa uji coba?”
“Emang apa bedanya?”
“Iya deh iya, gue besok ikut.”
Pembicaraan usai, Sadun sudah melewati 4 kali titik batas antara hidup dan mati. Itu berarti hanya tersisa dua kali jatah perjudian. Satu yang terkahir bukan lagi perjudian, pasti kematian.
Tidak ada lagi yang harus ditakuti, bersisian sangat dekat dengan kematian, rupanya seperti itu, sedingin baja stainless yang menempel di pelipis.
Tawaran naik pesawat udara sudah diterimanya berkali-kali, sebanyak itu pula Sadun menolaknya. Ketinggian selalu menjadi perkara yang paling mencekam baginya, apapun alasannya ketinggian adalan neraka.
Ditatapnya lagi revolver, ada perasaan yang teramat sangat berbeda kali ini. Russian roulette berikutnya bukan lagi perjudian karena di waktu berikutnya, pastilah peluru akan bersarang di kepalanya, membubuh titik untuk riwayat hidupnya.
“Aku tidak takut.”
Sadun bergumam, diraihnya revolver di atas meja, disimpannya kembali ke dalam laci lemari.
***
Sabuk pengaman sudah diikatkan, Sadun duduk tenang di barisan belakang. Jantungnya berdebar-debar, akan tetapi tidak lebih hebat dari berdebarnya judi russian roulette. Pesawat udara sudah melayang, meninggalkan landasan. Rasa tegang sedikit berkurang, pesawat semakin memuncak jejaki ketinggian.
“Aneh, kok oleng gini sih?”
“Biasa turbulensi, tenang saja Dun.”
“Oh biasa ya…”
Sadun menikmati awang-awang, duduk bersandar penuh kemenyerahan, sebagaimana nasib yang diserahkan pada undian palu peluru di beberapa malam. Begitulah Sadun menikmati penerbangan. Kedua bolamatanya sempurna terpejam, benaknya melayang-layang ke double action revolver yang hanya menyisakan satu tembakan yang pengakhiran. Butir-butir peluru terus berkelebat dalam ingatan, menyeret kesadaran perlahan terbang ke alam impian bersama segala rasa kelelahan. Sadun tidak lagi berada di dalam pesawat, jiwanya terbang di sebuah ruang terang, di alam mimpi.
Sadun berada di sebuah ruangan kosong yang sangat luas, di tengah-tengah ruangan itu ada sebuah meja putih. Di atas meja tersebut terlihat cahaya berkilauan.
“Cahaya apa itu?” Sadun berjalan mengendap mendekati meja.
Cahaya berkilauan itu rupanya berasal dari pistol yang berada di atas meja, pistol revolvernya sendiri yang di alam mimpi terlihat lebih bening lebih terang, tidak hanya memantulkan cahaya tapi memang bercahaya, berkilauan, menyilaukan.
“Russian roulette.”
Sadun meraih revolver di atas meja, sebutir pelor bersarang tepat di depan palu peluru. Diraihnya revolver itu tanpa getar, tanpa jantung yang berdebum, tanpa rasa cekam.
Laras cahaya sudah menempel di pelipis, tidak ada rasa dingin. Tidak ada rasa takut. Sadun tersenyum tenang, sangat tenang. Telunjuknya menarik pelatuk, perlahan. Klekk...
Blaaaaarrr!!!
Pesawat terbang meledak, berserak.
Bandung, 10 Mei 2012
Turut berduka cita yang sedalamnya untuk semua keluarga yang mengalami musibah pesawat udara Sukhoi. Semoga yang pergi menemui tempat terang, semoga yang ditinggalkan tegar dalam kesabaran.
Belum ada tanggapan untuk "Russian Roulette"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar