THE DANCE OF SOLITUDE
"Sampai pada titik ini, akhirnya saya tahu, bahwa ada beberapa hal yang tidak mungkin dilewati dalam kesendirian. Saya mengerti bahwa di dalam relungnya yang paling dingin, ada yang tak hentinya bergetar. Harapan, akan pucuk-pucuk jemari lain yang mungkin mengusap lelehan keringat ketika lelah mendera. Daun-daun hati yang lain, yang selalu tulus meneduhi ketika terik terasa membakar dada."
Gelombang-gelombang suaramu, kadang Alpha, kadang Beta, kadang pula Tetha. Masih berlarian menjadi gema di genderang rinduku yang terus mengalunkan namamu. Gelombang suara yang memboyong buliran embun di pucuk percakapan yang kerap tak peduli seberapa malam kita saling bertukar dengar. Embun yang atas nama cinta kamu tabur-taburkan di kering kalbuku.
Kini, di celah retak-retakan rusukku yang kiri dan kanan, ada segala macam bunga telah tumbuh, rekah, dan tak henti memendarkan namamu.
Kesendirian adalah ruang yang dinding-dindingnya utuh membentangkan bayang-bayangmu. Kesendirian adalah waktu yang detak-detiknya mengalun musim doa, untukmu yang meniada. Untukmu yang tak hentinya terasa meng-ada.
Bandung, 19 Juli 2013
Info Absurditas Kata Lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "The Dance of Solitude (Tentang Gema yang Selalu Kembali)"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar