Sob, buku yang akan diinfokan kali ini adalah buku
Cahaya Allah di Negeri Sakura yang ditulis
Izzur Rozabi. Buku ini diterbitkan oleh
Diva Press, cetakan I bulan April 2015. Tebal buku ini sebanyak 183 halaman.
Penerbit: Diva Press
Cetakan: I, April 2014
Tebal: 183 Halaman
ISBN: 9786022555001
Judul Buku: Cahaya Allah di Negeri Sakura
Islam merupakan agama yang sempurna, karena segalanya sudah diatur dari hal terkecil hingga yang besar. Aturannya sangat lengkap dari mulai manusia bangun tidur sampai akan tidur lagi. Itulah kesamaan Islam dengan penduduk Jepang, sama-sama menerapkan disiplin tinggi, semuanya serba diatur. Siapa yang tidak mengakui kecanggihan Negara Jepang, siapa yang tidak mengakui kemajuan Jepang. Keteraturan kotanya, kesopanan orang-orangnya, dan intelektualitas rakyatnya pula. Semuanya ada di Jepang.
Aturan-aturan yang ada dalam Islam justru dipraktikkan oleh Negara yang notabenenya Negara penyembah matahari, bahkan atheis ini. Sungguh alangkahnya indahnya kalau Negara yang menerapkan aturan-aturan Islam juga bisa menjadi Negara Islam, semoga suatu saat nanti cahaya Allah bersinar di seluruh penjuru negeri sakura ini.
Sudah menjadi rahasia umum mungkin, selain sebagai Negara yang sangat maju dengan jam kerja yang tinggi dan mobilisasi yang sangat keren, Jepang memiliki tingkat bunuh diri sangat tinggi bahkan tertinggi di dunia. Salah seorang penulis Jepang Tsurumi menyatakan bahwa bunuh diri lebih banyak disebabkan oleh kehidupan yang membosankan. Misalnya, menghadapi pekerjaan dan masalah yang sama setiap harinya. (Hal. 52)
Tempat favorit untuk melakukan bunuh diri ini adalah di hutan yang bernama Aokigahara yang terletak di barat daya kaki Gunung Fuji. Hutan ini juga mendapat julukan yang unik, yakni Jukai yang berarti lautan hutan, karena banyak sekali pepohonan yang cukup rindang. Setiap tahun petugas hutan bisa mengevakusi 100 jenazah yang biasanya menggantung di pepohonan. Itu adalah jumlah yang berhasil ditemukan. Pihak berwenang bahkan membuat papan peringatan yang bertuliskan:
“ Hidup Anda adalah hadiah yang datang dari orang tua Anda. Pikirkan lagi orang tua, saudara, dan anak Anda. Jangan simpan masalahmu sendiri. Bicarakanlah masalah-masalahmu.” (Hal.53). Papan yang bertujuan agar mereka berpikir ulang untuk tidak melakukan bunuh diri.
Yang menarik lagi dari negeri Sakura ini adalah kedisiplinan dan mobilisasi serta transportasinya. Ketertiban masyarakat Jepang sangat terlihat jelas, ketika mereka sedang mengantri untuk membeli sesuatu, mereka tidak akan berebutan agar mendapatkan tempat pertama. Ketika hendak menyeberang di jalan raya, mereka rela mengantri di belakang penyeberang sebelumnya. Bahkan, ketika mereka terburu-buru pun tetap saja rapi mengantri. (Hal.58)
Kereta merupakan transportasi andalan yang sangat favorit. Bukan hanya karena tiketnya yang terjangkau, tetapi juga sangat efisien. Pembiayaan kendaraan di Jepang sangat mahal, di Tokyo kalau ingin memiliki mobil pribadi harus siap mengeluarkan minimal Rp 600.000,00 untuk tempat parkir selama 12 jam. Karena kebanyakan masyarakat Tokyo tidak memiliki garasi mobil. Sementara itu, alat transportasi pribadi yang kebanyakan dimiliki masyarakat Tokyo adalah sepeda kayuh. Hampir di setiap ruas jalan, banyak sekali orang yang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi. Sepeda lebih sering digunakan untuk transportasi jarak dekat, sedangkan untuk jarak jauh masyarakat Jepang lebih memilih menggunakan kereta listrik. (Hal 41-42)
Selain nyaman digunakan, transportasi umum berupa kereta listrik sangat mudah dicari. Kedatangannya memang sangat cepat. Dalam waktu beberapa menit setelah keberangkatan kereta sebelumnya maka kereta setelahnya akan datang dengan waktu yang sangat tepat. Tidak ada penundaan waktu, sehingga dalam kurun waktu beberapa menit yang telah ditentukan, maka kereta akan segera datang.
Masyarakat Jepang sangat memperhitungkan waktu. Apalagi dalam berjanji. Mereka terkenal sangat disiplin dan tepat waktu dalam memenuhi janji. Mereka akan meninggalkan kita jika datang tidak sesuai janji. Waktu mereka sangat mahal. Namun, ketika liburan tiba, mereka tidak segan-segan menghabiskan waktunya untuk mengantri berjam-jam. (Hal. 43)
Masyarakat Jepang memiliki beberapa karakter. Jika dikaji secara mendalam, sejumlah karakter tersebut mencerminkan nilai-nilai Islam, di antara karakter-karakter tersebut sebagai berikut: ikhlas dalam beramal, pekerja keras, pemalu, hemat, gemar membaca, jujur dan ikhlas membantu sesama, memiliki semangat kebersamaan, mandiri, cinta damai, ramah, tidak biasa bersalaman, bersuara keras, bersikap sigap, memberi sapaan terlebih dahulu, dan menyukai ilmu. (Hal. 93)
Jepang memiliki empat musim, dan pergantian musimnya relatif cepat. Setiap tiga bulan sekali terjadi perubahan musim. Hampir setiap musim, terdapat cara-cara tersendiri untuk memperingatinya. Musim semi (haru) terjadi pada bulan Maret, April, dan Mei. Musim panas (natsu) berlangsung pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. Musim gugur (aki) terjadi pada bulan September, Oktober dan November. Sedangkan musim dingin (fuyu) terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari.(Hal. 62)
Untuk seorang Muslim, tinggal di Jepang tentu memiliki tantangan tersendiri. Menentukan waktu shalat di Jepang bukanlah hal yang mudah, karena perbedaan waktu. Apalagi untuk menentukan arah kiblat, itu juga bukan hal yang mudah. Maka dengan kondisi yang seperti ini, muslim di Jepang perlu memanfaatkan teknologi untuk kepentingan dunia dan akhirat. Untuk mencari tempat untuk shalat pun sulit, sehingga menemukan tempat yang cukup untuk berdiri, rukuk, dan sujud, dan yang lebih penting adalah tidak mengganggu kenyamanan orang lain itu sudah sangat bersyukur.(Hal. 79)
Ada dua pendapat tentang awalnya masuknya Islam di Jepang, pendapat pertama adalah pada abad ke 7 masehi dan pendapat kedua adalah abad ke 19 masehi saat Islam dipegang oleh Kesultanan Utsmaniyah di Turki. Dalam artikel yang berpendapat Islam masuk di Jepang adalah abad ke 19 menyatakan bahwa, Kesultanan Utsmaniyah mengirimkan utusan ke Jepang pada tahun 1890. Tujuan pertama dari misi ini adalah diplomatik. Kesultanan Utsmaniyah menuju Jepang dengan mengirimkan armada laut bernama Ertugrul. Sementara itu, pada Perang Dunia I, masyarakat muslim di beberapa Negara yang terlibat konflik mengungsi ke Jepang. Kebanyakan pengungsi berasal dari Turki, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan, Kazakhstan, dan lain-lain. Di Jepang, para pengungsi tersebut diberi hak suaka oleh pemerintah Jepang . (Hal 29)
Dari sebuah sumber disebutkan bahwa terdapat 100 ribu umat Islam di Jepang dengan jumlah masjid sekitar 40 buah. Dari jumlah 100.000 umat Islam tersebut bisa diperkirakan 90% di antaranya adalah pendatang yang sebagian berasal dari Indonesia. (Hal. 86)
Cahaya Allah di Negeri Sakura ini mencantumkan nama-nama masjid lengkap beserta alamat, nomor telepon, bahkan alamat email. Karya Izzur Rozabi ini bisa kita jadikan sebagai buku pegangan untuk traveling ke Jepang. Selain menyebutkan masjid, Izzur Rozabi juga menuliskan tempat-tempat makan yang halal.
Bahkan dalam endorsementnya Abdi Pratama memuji buku setebal 183 halaman ini, buku yang berhasil disusun secara apik dan telah mampu menggambarkan penerapan nilai-nilai Islam di Negara yang konon bukan Negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Membaca buku ini, pembaca diajak seolah-seolah berada di Jepang sungguhan. Membayangkan eksotismenya, keteraturan serta kedisiplinannya. Dengan bahasa yang mudah dipahami, buku ini sangat memberikan informasi dan inspirasi, khususnya bagi orang-orang yang akan berkunjung ke Jepang. (Dirensensi oleh:
Hj. Nailatus Sakinah S, Ud) Sumber resensi:
Resensi Buku Cahaya Allah di Negeri Sakura
Belum ada tanggapan untuk "Info Buku Cahaya Allah di Negeri Sakura - Diva Press"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar