JERUJI MIMPI
Absurditas Malka*
“Kamu
siapa?”
“Aku
Perempuan, aku sedang bersedih.”
“Tegarlah
kau Perempuan, kamu tidak harus bersedih, besok masih ada matahari.”
“Ah,
tenang sekali aku mendengarnya, Lelaki. Aku mencintaimu.”
“Kamu
tidak mencintaiku, itu cuma emosi sesaat.”
“Aku benar-benar mencintaimu, Lelaki.
Kamu sabar, kamu baik, kamu menjadi semangat bagiku. Sungguh, aku mencintaimu.”
“Aku tidak percaya. Lagian, hatiku
masih terluka.”
“Aku mencintaimu, Lelaki.”
Blar! Mimpi pecah berserak, Lelaki
terbangun dari tidurnya. Matanya berkerja-kerjap, ditatapnya langit-langit
kamar. Diingatnya kembali mimpi yang baru saja pecah berserak. Diembuskannya
dalam-dalam nafas yang panjang, itu hanya mimpi. Kecantikan, rayuan, semua itu mimpi
belaka.
***
“Aku
Perempuan, aku sedang bersedih. Bapakku sakit, ibuku meninggal, kekasihku tak
bisa menikahiku.”
“Tegarlah
kau Perempuan, kamu tidak harus bersedih, besok masih ada matahari. Doakanlah
yang telah tiada, doakan ibumu, kekasihmu mungkin sedang butuh waktu. Suatu
saat dia pasti menerimamu.”
“Ah,
tenang sekali aku mendengarnya, Lelaki. Aku mencintaimu. Jadilah kekasihku, aku
merasa hangat bersamamu.”
“Kamu
tidak mencintaiku, itu cuma emosi sesaat. Lagian kamu harus percaya kekasihmu
akan mencintaimu pada akhirnya.”
“Aku benar-benar mencintaimu, Lelaki.
Kamu sabar, kamu baik, kamu menjadi semangat bagiku. Sungguh, aku mencintaimu.
Kekasihku tak akan pernah memilikiku, tak akan pernah. Bawa aku ke dalam
duniamu, Lelaki. Hiduplah bersamaku. Aku mencintaimu.”
“Aku tidak percaya. Lagian, hatiku
masih terluka. Tapi aku bisa menemanimu kapan saja kau butuh teman.”
“Aku mencintaimu, Lelaki. Sungguh,
aku cinta kamu. Menikahlah denganku kamu akan bahagia, kita akan bahagia.”
Blar! Mimpipecah berserak. Lelaki
itu terbangun, matanya berkerjap-kerjap mentapi sisa runtuhan mimpi. Perempuan
yang sama, yang kecantikan dan rayuannya kembali termimpikan. Lelaki tertegun,
dipungutinya serakan mimpi, dicarinya gambar-gambar ingatan yang utuh.
***
“Aku Perempuan, aku sedang bersedih.
Bapakku sakit, ibuku meninggal, kekasihku tak bisa menikahiku. Kamu butuh aku
seperti aku butuh kamu, Lelaki.”
“Tegarlah
kau Perempuan, kamu tidak harus bersedih, besok masih ada matahari. Doakanlah
yang telah tiada, doakan ibumu, kekasihmu mungkin sedang butuh waktu. Suatu
saat dia pasti menerimamu. Aku hanya bisa menjadi temanmu.”
“Ah,
tenang sekali aku mendengarnya, Lelaki. Aku mencintaimu. Jadilah kekasihku, aku
merasa hangat bersamamu. Aku tahu kamulah Lelaki yang akan menikahiku, mencipta
bahagia bersama.”
“Kamu
tidak mencintaiku, itu cuma emosi sesaat. Lagian kamu harus percaya kekasihmu
akan mencintaimu pada akhirnya. Percayalah, kamu bisa berbahagia bersama
duniamu. Aku hanya pelita kecil, hanya tampak terang karena duniamu yang sedang
gelap. Setelah duniamu kembali terang, aku akan terlupakan.”
“Aku benar-benar mencintaimu, Lelaki.
Kamu sabar, kamu baik, kamu menjadi semangat bagiku. Sungguh, aku mencintaimu.
Kekasihku tak akan pernah memilikiku, tak akan pernah. Bawa aku ke dalam
duniamu, Lelaki. Hiduplah bersamaku. Aku mencintaimu. Kamu matahariku.”
“Aku tidak percaya. Lagian, hatiku
masih terluka. Tapi aku bisa menemanimu kapan saja kau butuh teman, aku aka
selalu ada untukmu..”
“Aku mencintaimu, Lelaki. Sungguh,
aku cinta kamu. Menikahlah denganku. Kamu akan bahagia, kita akan bahagia.
Tinggalkan mantan kekasihku, akulah yang harus berbahagia denganmu. Aku cinta
kamu, Lelaki. Dan Tuhan akan mempersatukan kita.”
“Baiklah, aku mencintaimu. Aku coba
untuk percaya.”
Blar! Mimpi pecah berserak. Lelaki
itu terbangun, matanya berkerjap-kerjap mentapi sisa runtuhan mimpi. Perempuan
yang sama, yang kecantikan dan rayuannya kembali termimpikan. Lelaki tertegun,
dipungutinya serakan mimpi, dicarinya gambar-gambar ingatan yang utuh. Perempuan
itu, benar-benar mencintainya. Cahaya matanya menyiratkan itu, getar suaranya
terdengar bersungguh-sungguh. Lelaki menghela nafas, dirasakannya ada kembang
yang perlahan rekah di dalam dada.
***
“Aku Perempuan, aku sedang bersedih.
Bapakku sakit, ibuku meninggal, kekasihku tak bisa menikahiku. Kamu butuh aku
seperti aku butuh kamu, Lelaki. Menikahlah denganku.”
“Tegarlah
kau Perempuan, kamu tidak harus bersedih, besok masih ada matahari. Doakanlah
yang telah tiada, doakan ibumu, dan aku akan mencintaimu seperi yang kamu
inginkan.”
“Ah,
tenang sekali aku mendengarnya, Lelaki. Aku mencintaimu. Jadilah kekasihku, aku
merasa hangat bersamamu. Aku tahu kamulah Lelaki yang akan menikahiku, mencipta
bahagia bersama. Cepatlah, menikah denganku. Aku tidak ingin kamu kembali pada
duniamu, kita harus bahagia di dunia kita.”
“Kamu
mencintaiku. Kita bisa berbahagia.”
“Aku benar-benar mencintaimu, Lelaki.
Kamu sabar, kamu baik, kamu menjadi semangat bagiku, kamu kini bahkan mau mencintaiku.
Cepat tinggalkan duniamu, hiduplah denganku.”
“Hatiku yang terluka telah kau lipur
dengan doa, aku bahagia. Aku mencintaimu Perempuan. Aku akan meninggalkan
duniaku, hanya akan hidup bersamamu di dunia kita.”
“Aku mencintaimu, Lelaki. Sungguh,
aku cinta kamu.”
“Aku mencintaimu, Perempuan.”
Blar! Mimpi menjadi puing. Lelaki
terjaga, hatinya terasa berat. Ada yang semakin rekah bermekaran dalam dadanya.
Mengurai asmara, memendarkan wewangian cinta.
***
“Perempuan, aku akan meninggalkan
duniaku dan hanya akan hidup dalam duniamu. Bawalah aku ke dalam dunia indamu
itu.”
“Aku semakin mencintaimu, sangat
mencintaimu.”
“Begitupun
aku.”
“Peluk
aku, Lelaki. Cium aku... Kita bercinta di pertemuan pertama. ”
“Aku
mencintaimu, Perempuan.”
“Aku mencintaimu, Lelaki.”
Blar! Mimpi yang sama, pecahan yang
sama. Desah, kehangatan, gairah, asmara yang dalam mimpi membuncah, berlarian
dalam ingatan. Betapa setiap bagian tubuh dari Perempuan itu, benar-benar panas membara.
***
“Perempuan, aku telah meninggalkan
duniaku, untukmu. Aku bahkan telah menghancurkannya, hanya untukmu. Aku percaya kamu mencintaiku, menikahlah denganku.”
“Aku tak bisa mencintamu, apalagi menikah denganmu, aku harus
pergi.”
“Tapi dulu kau memintaku untuk mencintaimu dan menikah denganmu. Apa yang kau inginkan telah kulakukan, mencintaimu. meninggalkan duniaku, dan akan menikah denganmu.”
“Maaf, aku
harus pergi. Selamat tinggal.”
Lelaki itu kini sendirian di dalam sunyi. Menghuni jeruji mimpi yang di dalamnya ia ditinggalkan.
Bandung, 03 Juni 2013
Terima kasih untuk 29 Mei 2013 dan segala yang sempat begitu manis
Belum ada tanggapan untuk "Jeruji Mimpi (Polusi Kota Metropolutan)"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar