Ping! Sekitar jam 3 subuh, tangal 11 Desember 2014
inbox Info Absurditas Kata menyala merah, ada pesan masuk. Setelah dilihat, tiada lain tiada bukan, pesan dari nara sumber kita yang akan berbagi
Tips Menulis Berita.
Hal pertama yang disadari ketika membaca inbox tersebut adalah... menjadi wartawan harus merelakan malam-malamnya untuk tidak bisa tidur nyenyak.
Mau jadi wartawan? Kalau matanya sudah 5 watt sejak jam 8 atau 9 malam, lupakan keinginan itu! (Bakalan ripuh nantinya)
Buat sobat yang ngidam ingin menjadi jurnalis atau wartawan, semoga sharing dari Teh CRW ini bisa memberi inspirasi tentang dunia jurnalistik, tentang bagaimana menjadi jurnalis di tengah-tengah Abad Jurnalisme Edan ini!
Menengahi Minat Menjabat Kewajiban
Menjadi wartawan karena kecelakaan? Ada nggak yah wartawan yang sebenarnya tidak mau jadi wartawan? CRW sendiri telah bergelut di dunia jurnalistik selama 7 tahun, sekarang ditugaskan untuk "lebih dekat dengan Bapak Presiden RI" saat ini, Jokowi.
Saya jadi jurnalis sejak 2007. Kalau yang dimaksud fokus adalah bidang liputan saat ini saya sedang menjadi wartawan Istana Kepresidenan. Bidangnya bisa segala macam, mulai politik, pemerintahan, ekonomi, dan lain sebagainya.
Kalau ditanya minatku apa? Sebenarnya minatku humaniora. Tetapi karena kami tidak boleh menolak tugas, maka wajib bersedia ditempatkan di mana saja, meski tidak pas dengan minat
Sangat ingin jadi wartawan? Siapkan mental, mungkin ngidam jadi wartawan entertainmen eh nasib berkata lain, malah diutus jadi wartawan perang :D Nah loh! Ada kalanya keinginan tidak tercantum di daftar pilihan. Ada kalanya apa yang harus dipilih, sama sekali tidak sesuai angan-angan.
Wartawan Dilarang Copas!
Sob, pernah kesal karena baca berita di beberapa portal berita online yang isinya sama? Ha ha ha... Itulah salah satu aksi wartawan copas.
Tantangan menjadi jurnalis hari ini adalah kemalasan. Dengan teknologi yang semakin canggih, jurnalis bisa menulis berita dari mana saja dengan mudah. Berita jadi mudah diduplikasi. Ada wartawan yang tidak datang meliput tapi bisa minta berita ke teman. Tinggal dikirim via email, beres.
Wabah copas ini sepertinya sudah menyebar luas di Indonesia, mulai dari dunia pendidikan, perbukuan, juga jurnalistik. Celakanya, tidak ada satu pun toko obat yang menjual penyembuhnya. Obatnya ada di pikiran setiap orang, mulai berkarya sendiri atau menempuh jalan sesat: copas! Mulai dari sekarang, belajar untuk nggak copas. Kecuali info lomba menulis, pasti sama, begitu-begitu juga :D
Jurnalis Angpau Bukan Pilihan
Sebagaimana pisau, bisa dipakai buat hal-hal baik, bisa juga buat hal-hal tidak baik. Begitupun wartawan, kerap terdengar melakukan pemerasan (bukan rahasia itu mah.) Bagaimana CRW menyikapi wartawan angpau seperti itu?
Tantangan lain, di tengah kehidupan yang semakin "mahal", jurnalis dibayar murah. Masih banyak jurnalis yang digaji kurang dari UMK. Padahal jurnalis adalah profesi yang tidak cukup digaji dengan standar UMK. Akibatnya? Ada jurnalis yang "menukar" beritanya dengan uang. Misalnya saja amplop dari nara sumber. Ini menyalahi kode etik jurnalis.
Selain CRW semoga di luar sana masih banyak wartawan yang tidak mau menerima amplop, jangan semuanya jadi wartawan angpau. Singkat cerita, kalau ingin jadi wartawan dan tidak siap miskin, maka siapkan mental untuk korup, memeras, dan copas. #AdminSalahFokus
Berbekal Pena Melawan Juragan dan Mungkin Senjata
Berita di banyak media, cenderung mengejar pasar, tidak lagi loyal pada kode etik jurnalistik. Berita tidak lagi fakta, berita sudah menjadi tangan kanan kuasa-kuasa. Menyikapi kenyataan ini, CRW sepertinya sedang mengacungkan jari tengah kepada Metro TV dan TV One =)) (Wanian euy)
Sangat menyedihkan. Tetapi sekarang ini tidak hanya pasar yang kejam. Pemilik media lebih kejam lagi. Mereka menggunakan media yang dimiliki untuk kepentingan pribadinya.
Sebel kan kalau lihat Surya Paloh pidato berjam-jam di Metro TV? Atau Ical di TV One? Jurnalis uang meliputnya juga sebel. Tapi mereka harus nurut karena merekalah pemilik modalnya. Praktik seperti ini terjadi di banyak media. Sikap pribadi pemilik media seringkali membuat redaksi tidak independen.
Kiat saya? Berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik. Insya Allah selamet. Mungkin tidak jadi cepat kaya, tapi semoga berkah :))
Nah! Ini yang penting Sob, sing penting berkah. Buat apa banyak harta kalau sumbernya dari mata air dosa-nestapa. (#Haleuh) Bagaimanapun menjadi wartawan adalah menjadi mulut dari suara-suara yang dibungkam, menjadi mata dari tatapan yang dilakban, menjadi akal dari kepala yang dipenggal, menjadi jalan dari hidup yang dinestapakan. Kalau mulut, mata, dan akal mudah diterkam uang, apa yang kiranya bisa disuarakan?
.
Riset Dulu Ngopi Kemudian
Menjadi wartawan harus siap menghadapi kejamnya deraan dead line. Dalam sehari mungkin ada belasan berita yang harus dikejar. Dan banyak-banyak ngopi tidak akan menyelesaikan kewajiban. CRW sendiri sepertinya enjoy dengan masalah dead line, kok bisa ya? Gimana ceritanya sih?
Ada yang bilang deadline membuat orang jadi kreatif. Tapi bisa juga bikin frutrasi hehehe kalau saya biasanya ketika meliput, mewawancara nara sumber sudah tahu akan menulis apa. Sehingga pertanyaannya menjadi fokus. Karena sudah tahu mau nulis apa, sudut pandangnya bagaimana, bahannya ada, proses penulisan jadi lebih cepat. Nah supaya tahu mau nulis apa, sebelum wawancara diusahakan riset dulu. Paling tidak tahu perkembangan isu yang paling mutakhir.
O, pantesan CRW ini asyik-asyik aja menghadapi kejamnya dead line, tipsnya jitu. Seperti nulis novel atau cerpen, harus ada risetnya juga. Prinsip "kumaha engke" jangan lagi dipakai ya, tidak laku di dunia jurnalistik.
Kode Etik Jurnalistik, Satu-satunya Jalan Menjadi Jurnalis
Setiap orang pernah nulis, meskipun itu sekadar status FB atau catatan harian, CRW menegaskan bahwa tulisan jurnalistik dan bukan itu bisa dibedakan. Tulisan jurnalistik ada aturannya sendiri.
Oiya mau nambahin: apa yang membedakan tulisan jurnalistik dengan yang lain? Harus ada proses meng-konfirmasi. Bukan hanya berdasarkan penilaian pribadi. Semuanya adalah soal fakta yang diverifikasi. Bukan gosip atau isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Jurnalisme warga jika ingin dikategorikan sebagai produk jurnalistik juga harus menatuhi kode etik jurnalistik.
Sudah
mah gratis, masih ditambahin pula. Baik banget nih
CRW. Demikian Sob, sharing
Tips Menulis Berita ini, kita ucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada Teh
Catur Ratna Wulandari yang di tengah kesibukannya telah meluangkan waktu untuk berbagi tips menulis kepada Sobat Info Absurditas Kata.
Sukses buat kariernya
CRW sebagai jurnalis, mungkin bertahun-tahun yang akan datang naik pangkat jadi pimred, juragan media, atau bahkan menyabet
Penghargaan Pulitzer. Amin.
Bandung, 11 Desember 2014
Belum ada tanggapan untuk "Wartawan Dilarang Copas! Tips Menulis Berita: Catur Ratna Wulandari Wartawan PR"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar