... Serupa hantu, ia dan aku pulang berkendara angan-angan, mabuk, melayang-layang.
Hujan sudah reda, sejenak reda . Hanya genangan yang tersisa menelagakan asmara di sepanjang perjalanan pulang.
Ada yang hangat di punggungku, pelukan. Ada yang hangat di leherku, bisikan. Ada yang hangat di dalam dadaku, kebahagiaan. Lengan-lengannya yang selalu mampu menjangkau batin, erat melingkari dadaku.
"Kita sudah sampai."
Aku melerai tangan angin yang masih memeluk dada. Setelah kecupan, setelah ada bunyi retakan di hatiku. Aku biarkan ia berembus ke mana saja ia suka. Menerabas malam, menerabas daun-daun yang berkeresak, sisa-sisa hujan berjatuhan dari ranting, dari pucuk, dari sudut-sudut mataku. Ia dalam sekejap telah utuh lumer dalam kegelapan. Hanya jejak yang kini kugenggam, jejak udara yang menyisakan rasa hampa.
Bisa saja aku menyimpannya di dalam botol agar setiap saat bisa kulepaskan, bisa kuisap di setiap kesepian. Tapi bagaimana bisa aku mencuri seisi angin di muka dunia? Apa jadinya dengan miliaran anak manusia di luar sana, mereka akan mati tanpa udara. Aku belum siap menjadi teroris nomor 1 dunia, menjadi pencuri udara hanya gegara asmara.
Langit masih abu-abu, begitupun langit akalku. Gerimis telah sempurna mereda tapi tidak di ruang batinku. Semakin ia berderaian, semakin genangnya menelaga. Semakin ritmenya menenggelamku dalam hampa. Bukan karena ia harus sirna untuk sementara, bukan karena ia sejenak saja mengulur jarak. Karena udara tak pernah berpulang pada siapa-siapa.
--------------
* OST The Perishers - Nothing Like You and I
... bersambung
Info Absurditas Kata Lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Ritme Gerimis 9 Desember, Pelukan Siapa yang Hangat di Sepanjang Perjalanan Pulang?"
Post a Comment
Berkomentar memakai akun Blogger akan lebih cepat ditanggapi, berkomentar memakai akun Facebook tergantung radar :D Terima kasih telah berkomentar